Advertise

FORSIS-ITS. Powered by Blogger.
 
Saturday, January 26, 2013

Ikhlas


Penulis: KH. Abdullah Gymnastiar

Semoga Allah mengaruniakan kepada kita hati yang ikhlas. Karena betapapun kita melakukan sesuatu hingga bersimbah peluh berkuah keringat, habis tenaga dan terkuras pikiran,
 kalau tidak ikhlas melakukannya, tidak akan ada nilainya di hadapan Allah. Bertempur melawan musuh, tapi kalau hanya ingin disebut sebagai pahlawan, ia tidak memiliki nilai
 apapun. Menafkahkan seluruh harta kalau hanya ingin disebut sebagai dermawan, ia pun tidak akan memiliki nilai apapun. Mengumandangkan adzan setiap waktu shalat, 
tapi selama adzan bukan Allah yang dituju, hanya sekedar ingin memamerkan keindahan suara supaya menjadi juara adzan atau menggetarkan hati seseorang, maka itu hanya
 teriakan-teriakan yang tidak bernilai di hadapan Allah, tidak bernilai!

Ikhlas, terletak pada niat hati. Luar biasa sekali pentingnya niat ini, karena niat adalah pengikat amal. Orang-orang yang tidak pernah memperhatikan niat yang ada di dalam hatinya, 
siap-siaplah untuk membuang waktu, tenaga, dan harta dengan tiada arti. Keikhlasan seseorang benar-benar menjadi amat penting dan akan membuat hidup ini sangat mudah, indah,
 dan jauh lebih bermakna.

Apakah ikhlas itu? Orang yang ikhlas adalah orang yang tidak menyertakan kepentingan pribadi atau imbalan duniawi dari apa yang dapat ia lakukan. Konsentrasi orang yang ikhlas
 cuma satu, yaitu bagaimana agar apa yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT. Jadi ketika sedang memasukan uang ke dalam kotak infaq, maka fokus pikiran kita tidak ke kiri
 dan ke kanan, tapi pikiran kita terfokus bagaimana agar uang yang dinafkahkan itu diterima di sisi Allah.

Apapun yang dilakukan kalau konsentrasi kita hanya kepada Allah, itulah ikhlas. Seperti yang dikatakan Imam Ali bahwa orang yang ikhlas adalah orang yang memusatkan
 pikirannya agar setiap amalnya diterima oleh Allah. Seorang pembicara yang tulus tidak perlu merekayasa kata-kata agar penuh pesona, tapi ia akan mengupayakan setiap kata 
yang diucapkan benar-benar menjadi kata yang disukai oleh Allah. Bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bisa dipertanggungjawabkan artinya. Selebihnya terserah Allah.
 Kalau ikhlas walaupun sederhana kata-kata kita, Allah-lah yang kuasa menghujamkannya kepada setiap qolbu.

Oleh karena itu, jangan terjebak oleh rekayasa-rekayasa. Allah sama sekali tidak membutuhkan rekayasa apapun dari manusia. Allah Mahatahu segala lintasan hati, Mahatahu 
segalanya! Makin bening, makin bersih, semuanya semata-mata karena Allah, maka kekuatan Allah yang akan menolong segalanya.

Buah apa yang didapat dari seorang hamba yang ikhlas itu? Seorang hamba yang ikhlas akan merasakan ketentraman jiwa, ketenangan batin. Betapa tidak? Karena ia tidak 
diperbudak oleh penantian untuk mendapatkan pujian, penghargaan, dan imbalan. Kita tahu bahwa penantian adalah suatu hal yang tidak menyenangkan. Begitu pula menunggu 
diberi pujian, juga menjadi sesuatu yang tidak nyaman. Lebih getir lagi kalau yang kita lakukan ternyata tidak dipuji, pasti kita akan kecewa.

Tapi bagi seorang hamba yang ikhlas, ia tidak akan pernah mengharapkan apapun dari siapapun, karena kenikmatan baginya bukan dari mendapatkan, tapi dari apa yang bisa
 dipersembahkan. Jadi kalau saudara mengepel lantai dan di dalam hati mengharap pujian, tidak usah heran jikalau nanti yang datang justru malah cibiran.

Tidak usah heran pula kalau kita tidak ikhlas akan banyak kecewa dalam hidup ini. Orang yang tidak ikhlas akan banyak tersinggung dan terkecewakan karena ia memang terlalu 
banyak berharap. Karenanya biasakanlah kalau sudah berbuat sesuatu, kita lupakan perbuatan itu. Kita titipkan saja di sisi Allah yang pasti aman. Jangan pula disebut-sebut, 
diingat-ingat, nanti malah berkurang pahalanya.

Lalu, dimanakah letak kekuatan hamba-hamba Allah yang ikhlas? Seorang hamba yang ikhlas akan memiliki kekuatan ruhiyah yang besar. Ia seakan-akan menjadi pancaran energi yang melimpah. Keikhlasan seorang hamba Allah dapat dilihat pula dari raut muka, tutur kata, serta gerak-gerik perilakunya. Kita akan merasa aman bergaul dengan orang yang ikhlas. Kita tidak curiga akan ditipu, kita tidak curiga akan dikecoh olehnya. Dia benar-benar bening dari berbuat rekayasa. Setiap tumpahan kata-kata dan perilakunya tidak ada yang tersembunyi. Semua itu ia lakukan tanpa mengharap apapun dari orang yang dihadapinya, yang ia harapkan hanyalah memberikan yang terbaik untuk siapapun.

Sungguh akan nikmat bila bergaul dengan seorang hamba yang ikhlas. Setiap kata-katanya tidak akan bagai pisau yang akan mengiris hati. Perilakunya pun tidak akan menyudutkan dan menyempitkan diri. Tidak usah heran jikalau orang ikhlas itu punya daya gugah dan daya ubah yang begitu dahsyat.

Dikisahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan Ahmad, sebagai berikut: Tatkala Allah SWT menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar. Lalu Allah pun menciptakan gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumi pun terdiam. Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung tersebut. Kemudian mereka bertanya? "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada gunung?"

Allah menjawab, "Ada, yaitu besi" (Kita mafhum bahwa gunung batu pun bisa menjadi rata ketika dibor dan diluluhlantakkan oleh buldozer atau sejenisnya yang terbuat dari besi).

Para malaikat pun kembali bertanya, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada besi?"

Allah yang Mahasuci menjawab, "Ada, yaitu api" (Besi, bahkan baja bisa menjadi cair, lumer, dan mendidih setelah dibakar bara api).

Bertanya kembali para malaikat, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada api?"

Allah yang Mahaagung menjawab, "Ada, yaitu air" (Api membara sedahsyat apapun, niscaya akan padam jika disiram oleh air).

"Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari air?" Kembali bertanya para
malaikat.

Allah yang Mahatinggi dan Mahasempurna menjawab, "Ada, yaitu angin" (Air di samudera luas akan serta merta terangkat, bergulung-gulung, dan menjelma menjadi gelombang raksasa yang dahsyat, tersimbah dan menghempas karang, atau mengombang-ambingkan kapal dan perahu yang tengah berlayar, tiada lain karena dahsyatnya kekuatan angin. Angin ternyata memiliki kekuatan yang teramat dahsyat).

Akhirnya para malaikat pun bertanya lagi, "Ya Allah adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?"

Allah yang Mahagagah dan Mahadahsyat kehebatan-Nya menjawab, "Ada, yaitu amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya."

Artinya, orang yang paling hebat, paling kuat, dan paling dahsyat adalah orang yang bersedekah tetapi tetap mampu menguasai dirinya, sehingga sedekah yang dilakukannya bersih, tulus, dan ikhlas tanpa ada unsur pamer ataupun keinginan untuk diketahui orang lain.

Inilah gambaran yang Allah berikan kepada kita bagaimana seorang hamba yang ternyata mempunyai kekuatan dahsyat adalah hamba yang bersedekah, tetapi tetap dalam kondisi ikhlas. Karena naluri dasar kita sebenarnya selalu rindu akan pujian, penghormatan, penghargaan, ucapan terima kasih, dan sebagainya. Kita pun selalu tergelitik untuk memamerkan segala apa yang ada pada diri kita ataupun segala apa yang bisa kita lakukan. Apalagi kalau yang ada pada diri kita atau yang tengah kita lakukan itu berupa kebaikan.

Nah, sahabat. Orang yang ikhlas adalah orang yang punya kekuatan, ia tidak akan kalah oleh aneka macam selera rendah, yaitu rindu pujian dan penghargaan. Allaahu Akbar.***

Read more...

Bercermin Diri


Penulis: KH. Abdullah Gymnastiar

Dalam keseharian kehidupan kita, begitu sangat sering dan nikmatnya ketika kita bercermin. Tidak pernah bosan barang sekalipun padahal wajah yang kita tatap itu-itu juga, aneh bukan?! Bahkan hampir pada setiap kesempatan yang memungkinkan kita selalu menyempatkan diri untuk bercermin. Mengapa demikian? Sebabnya kurang lebih karena kita ingin selalu berpenampilan baik, bahkan sempurna. Kita sangat tidak ingin berpenampilan mengecewakan, apalagi kusut dan acak-acakan tak karuan.

Sebabnya penampilan kita adalah juga cermin pribadi kita. Orang yang necis, rapih, dan bersih maka pribadinya lebih memungkinkan untuk bersih dan rapih pula. Sebaliknya orang yang penampilannya kucel, kumal, dan acak-acakan maka kurang lebih seperti itulah pribadinya.

Tentu saja penampilan yang necis dan rapih itu menjadi kebaikan sepanjang niat dan caranya benar. Niat agar orang lain tidak terganggu dan terkecewakan, niat agar orang lain tidak berprasangka buruk, atau juga niat agar orang lain senang dan nyaman dengan penampilan kita.

Dan Allah suka dengan penampilan yang indah dan rapih sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, "Innallaha jamiilun yuhibbul jamaal", "Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan". Yang harus dihindari adalah niat agar orang lain terpesona, tergiur, yang berujung orang lain menjadi terkecoh, bahkan kemudian menjadi tergelincir baik hati atau napsunya, naudzhubillah.

Tapi harap diketahui, bahwa selama ini kita baru sibuk bercermin 'topeng' belaka. Topeng 'make up', seragam, jas, dasi, sorban, atau 'asesoris' lainnya. Sungguh, kita baru sibuk dengan topeng, namun tanpa disadari kita sudah ditipu dan diperbudak oleh topeng buatan sendiri. Kita sangat ingin orang lain menganggap diri ini lebih dari kenyataan yang sebenarnya. Ingin tampak lebih pandai, lebih gagah, lebih cantik, lebih kaya, lebih sholeh, lebih suci dan aneka kelebihan lainnya. Yang pada akhirnya selain harus bersusah payah agar 'topeng' ini tetap melekat, kita pun akan dilanda tegang dan was-was takut 'topeng' kita terbuka, yang berakibat orang tahu siapa kita yang 'aslinya'.

Tentu saja tindakan tersebut, tidak sepenuhnya salah. Karena membeberkan aib diri yang telah ditutupi Allah selama ini, adalah perbuatan salah. Yang terpenting adalah diri kita jangan sampai terlena dan tertipu oleh topeng sendiri, sehingga kita tidak mengenal diri yang sebenarnya, terkecoh oleh penampilan luar. Oleh karena itu marilah kita jadikan saat bercermin tidak hanya 'topeng' yang kita amat-amati, tapi yang terpenting adalah bagaimana isinya, yaitu diri kita sendiri.

Mulailah amati wajah kita seraya bertanya, "Apakah wajah ini yang kelak akan bercahaya bersinar indah di surga sana ataukah wajah ini yang akan hangus legam terbakar dalam bara jahannam?" Lalu tatap mata kita, seraya bertanya, "Apakah mata ini yang kelak dapat menatap penuh kelezatan dan kerinduan, menatap Allah Yang Maha Agung, menatap
keindahan surga, menatap Rasulullah, menatap para Nabi, menatap
kekasih-kekasih Allah kelak? Ataukah mata ini yang akan terbeliak, melotot, menganga, terburai, meleleh ditusuk baja membara? Akankah mata yang terlibat maksiat ini akan menyelamatkan? Wahai mata apa gerangan yang kau tatap selama ini?"

Lalu tataplah mulut ini, "Apakah mulut ini yang di akhir hayat nanti dapat menyebut kalimat thoyibah, 'laa ilaaha ilallaah', ataukah akan menjadi mulut berbusa yang akan menjulur dan di akhirat akan memakan buah zakun yang getir menghanguskan dan menghancurkan setiap usus serta menjadi peminum lahar dan nanah saking terlalu banyaknya dusta, ghibah, dan fitnah serta orang yang terluka dengan mulut kita ini!"
"Wahai mulut apa gerangan yang kau ucapkan? Wahai mulut yang malang betapa banyak dusta yang engkau ucapkan. Betapa banyak hati-hati yang remuk dengan pisau kata-katamu yang mengiris tajam? Berapa banyak kata-kata manis semanis madu palsu yang engkau ucapkan untuk menipu orang? Betapa jarangnya engkau jujur? Betapa jarangnya engkau menyebut nama Allah dengan tulus?

Betapa jarangnya engkau syahdu memohon agar Allah mengampuni?"
Lalu tataplah diri kita tanyalah, "Hai kamu ini anak sholeh atau anak
durjana, apa saja yang telah kamu peras dari orang tuamu selama ini dan apa yang telah engkau berikan? Selain menyakiti, membebani, dan menyusahkannya. Tidak tahukah engkau betapa sesungguhnya engkau adalah makhluk tiada tahu balas budi!

"Wahai tubuh, apakah engkau yang kelak akan penuh cahaya, bersinar,
bersukacita, bercengkrama di surga atau tubuh yang akan tercabik-cabik
hancur mendidih di dalam lahar membara jahanam, terpanggang tanpa ampun, derita tiada akhir?"

"Wahai tubuh, berapa banyak maksiat yang engkau lakukan? Berapa banyak orang-orang yang engkau dzhalimi dengan tubuhmu? Berapa banyak hamba-hamba Allah yang lemah yang engkau tindas dengan kekuatanmu? Berapa banyak perindu pertolonganmu yang engkau acuhkan tanpa peduli padahal engkau mampu? Berapa pula hak-hak orang lain yang engkau rampas?"

"Wahai tubuh, seperti apa gerangan isi hatimu? Apakah tubuhmu sebagus
kata-katamu atau malah sekelam daki-daki yang melekat di tubuhmu? Apakah hatimu segagah ototmu atau selemah daun-daun yang mudah rontok? Apakah hatimu seindah penampilanmu atau malah sebusuk kotoran-kotaranmu?"

Lalu ingatlah amal-amal kita, "Hai tubuh apakah kau ini makhluk mulia atau menjijikkan, berapa banyak aib-aib nista yang engkau sembunyikan dibalik penampilanmu ini? Apakah engkau ini dermawan atau sipelit yang
menyebalkan?" Berapa banyak uang yang engkau nafkahkan dan bandingkan dengan yang engkau gunakan untuk selera rendah hawa nafsumu?"

"Apakah engkau ini sholeh atau sholehah seperti yang engkau tampakkan?
Khusyu-kah shalatmu, dzikirmu, doamu, ikhlaskah engkau lakukan semua itu? Jujurlah hai tubuh yang malang! Ataukah menjadi makhluk riya tukang pamer!"

"Sungguh betapa beda antara yang nampak di cermin dengan apa yang
tersembunyi, betapa aku telah tertipu oleh topeng? Betapa yang kulihat
selama ini hanyalah topeng, hanyalah seonggok sampah yang terbungkus topeng-topeng duniawi"

Wahai sahabat-sahabat sekalian, sesungguhnya saat bercermin adalah saat yang tepat agar kita dapat mengenal dan menangisi diri ini. ***
Read more...

Akhlak-Akhlak Sabar Dikala Sakit


Penulis: KH Abdullah Gymnastiar
----------------------------------

Mudah-mudahan kita semua dikaruniai nikmatnya bersabar, karena kesabaran begitu tinggi nilainya dalam Islam. Kedudukan seseorang di sisi Allah, keakraban seseorang dengan Allah bisa ditempuh dengan kesabaran, Innallaha maas shobirin, “Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar”.

Jadikanlah sabar dan sholat sebagai kunci pembuka pertolongan Allah. Adalah salah jika kita mengatakan bahwa sabar itu ada batasnya, berarti kita membatasi pahala. Mengatakan sabar itu ada batasnya, mencerminkan kita kurang sabar dalam bersabar. Sabar akan membuahkan pesona yang tiada terputus, oleh karenanya jika kita ingin menikmati kehidupan, kita harus menikmati setiap kejadian karena orang yang beriman tidak pernah merasa rugi. Diberi nikmat dia bersyukur, diberikan musibah dia bersabar. Syukur berarti kebaikan bagi dirinya, sabar juga kebaikan bagi dirinya. Maka tidak ada yang harus kita takuti dalam hidup ini, kecuali kita tidak punya rasa syukur dan tidak punya rasa sabar. 

Asma Allah yang bersesuaian adalah “As-Shobur”, kata Shobur terambil dari kata shod, ba dan ro, maknanya asalnya adalah menahan ketinggian sesuatu atau sejenis batu yang amat keras, jadi seseorang yang mempunyai kemampuan menahan diri adalah termasuk orang–orang yang sabar.

Sabar bagi manusia bukan berarti pasrah, sabar adalah kegigihan kita untuk tetap berpegang teguh kepada ketetapan Allah. Jadi kesabaran itu adalah sebuah proses aktif, kombinasi antara ridho dan ikhtiar. Kesabaran bukan proses diam dan pasif melainkan proses aktif yaitu akal aktif, tubuh aktif dan iman yang aktif. Justru dari musibah yang disikapi dengan sabar akan lahir rahmat dan tuntunan dari Allah. 

Ditimpa musibah sakit, misalnya. Semua orang pernah sakit, bahkan orang yang tidak pernah sakit mungkin saja dia tidak disukai oleh Allah. Sakit adalah bagian dari penggugur dosa. Rosullullah bersabda dalam sebuah hadis, ”Tidaklah seseorang merasakan sakit dihina atau tertusuk duri kecuali Allah menggugurkan dosanya, bagai gugurnya daun-daun”, jadi proses sakit itu proses pengguguran dosa. 

Bagaimana sabar menghadapi sakit? 
Yang pertama, kalau kita suatu saat diuji dengan sakit, kita harus sadar bahwa kesabaran pertama yang harus dimiliki adalah sabar Husnuzon (berbaik sangka) kepada Allah, karena seburuk-buruk perilaku adalah berburuk sangka kepada Allah. Husnuzon karena tubuh kita adalah milik Allah, bukan milik kita. Kalau Allah mau membuat penyakit pada diri kita, sehebat apapun diri kita tetap sakit. Allah berkuasa terhadap diri kita dan Allah mudah berbuata apa saja. “Allah Tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya.” Yang menciptakan semua syaraf kita adalah Allah dan Allah tahu rasa sakit yang kita pikul karena dia yang menciptakan sakit. 

Sabar yang kedua adalah sabar untuk tidak mengeluh. Sebenarnya menceritakan penderitaan kita kepada orang lain adalah mencerminkan ketidaksabaran, apalagi jika kita menceritakan sesuatu seakan lebih dari kenyataan. Hati – hati menceritakan penderitaan kepada orang lain sebab jika tidak hati-hati bisa menjadi kufur nikmat, sepertinya mengadukan perbuatan Allah yang Maha Agung kepada manusia, mahluk yang lemah. Jangan keluh kesah apalagi sampai mendramatisir, jangan sampai memprotes perbuatan Allah yang Maha Adil. Sakit tidak membuat seseorang jadi hina kalau disikapi dengan akhlak yang mulia. 

Sabar yang ketiga adalah sabar menafakuri hikmah sakit. Tidak ada perbuatan Allah yang sia-sia, semua presisi. Setiap sakit itu ada hikmahnya, maka evaluasi dan renungkanlah, mungkin kita terlalu sibuk, dikasih sakit, sehingga kita bisa istirahat. Kita sakit berada di kamar, bayangkan saudara kita yang sakit dikolong jembatan, yang tidak punya tempat tidur. Tafakuri, ketika kita gagah dan hebat, dikasih sakit diare saja bisa menjadi lemas. Harusnya setiap sakit dapat meningkatkan kesadaran kita bahwa kesehatan itu amat berharga.

Sabar yang keempat adalah bersabar ketika ikhtiar. Ketahuilah bahwa yang menyembuhkan itu bukan dokter, bukan paranormal, yang menyembuhkan itu hanya Allah, karena Dia yang paling tahu penyakit kita, “Tiada musibah menimpa kecuali karena izin Allah.” Ketika kita sudah berobat ke sana sini tapi tidak juga sembuh, tidak akan rugi sebab akan menjadi amal. Barang siapa ridho kepada ketentuan Allah, maka Allah akan ridho, hidup terus maju, ikhtiar saja.

Sabar yang kelima, sabar untuk berniat sembuh dan punya niat untuk beribadah. Milikilah tekad untuk mengisi rasa sehat yang Allah karuniakan dengan meningkatkan ibadah. Jangan sampai kita tidak punya visi tentang bagaimana menggunakan kesehatan. Tidak sedikit orang terangkat derajatnya karena sakit atau cacat, bahkan ada orang yang cemerlang justru karena kebutaannya, karena seburuk-buruk penyakit justeru hati yang sakit. 

Oleh karena itu, waspadalah jangan sampai kesehatan ini mengecoh kita. Dengan sehat tapi banyak maksiat, itu jauh lebih berbahaya dibanding sakit yang bisa membuat kita dekat dengan Allah. Tidak ada musibah yang terburuk kecuali orang yang tidak punya rasa syukur dan tidak punya kemampuan bersabar. ***

Read more...
Wednesday, January 23, 2013

ETIKA DI JALANAN


Berjalan dengan sikap wajar dan tawadlu, tidak berlagak sombong di saat berjalan atau mengangkat kepala karena sombong atau mengalihkan wajah dari orang lain karena takabbur. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya:

"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri". (Luqman: 18)

Memelihara pandangan mata, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya:
"Katakanlah kepada orang laki-laki beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Yang Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya...." (An-Nur: 30-31).

Tidak mengganggu, yaitu tidak membuang kotoran, sisa makanan di jalan-jalan manusia, dan tidak buang air besar atau kecil di situ atau di tempat yang dijadikan tempat mereka bernaung.

Menyingkirkan gangguan dari jalan. Ini merupakan sedekah yang karenanya seseorang bisa masuk surga. Dari Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Ketika ada seseorang sedang berjalan di suatu jalan, ia menemukan dahan berduri di jalan tersebut, lalu orang itu menyingkirkannya. Maka Allah bersyukur kepadanya dan mengampuni dosanya..." Di dalam suatu riwayat disebutkan: maka Allah memasukkannya ke surga". (Muttafaq'alaih).

Menjawab salam orang yang dikenal ataupun yang tidak dikenal. Ini hukumnya wajib, karena Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Ada lima perkara wajib bagi seorang muslim terhadap saudaranya- diantaranya: menjawab salam". (Muttafaq alaih).

Beramar ma`ruf dan nahi munkar. Ini juga wajib dilakukan oleh setiap muslim, masing-masing sesuai kemampuannya.

Menunjukkan orang yang tersesat (salah jalan), memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan dan menegur orang yang berbuat keliru serta membela orang yang teraniaya. Di dalam hadits disebutkan: "Setiap persendian manusia mempunyai kewajiban sedekah...dan disebutkan diantaranya: berbuat adil di antara manusia adalah sedekah, menolong dan membawanya di atas kendaraannya adalah sedekah atau mengangkatkan barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah sedekah dan menunjukkan jalan adalah sedekah...." (Muttafaq alaih).

Perempuan hendaknya berjalan di pinggir jalan. Pada suatu ketika Nabi pernah melihat campur baurnya laki-laki dengan wanita di jalanan, maka ia bersabda kepada wanita: "Meminggirlah kalian, kalain tidak layak memenuhi jalan, hendaklah kalian menelusuri pinggir jalan. (HR. Abu Daud, dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Tidak ngebut bila mengendarai mobil khususnya di jalan-jalan yang ramai dengan pejalan kaki, melapangkan jalan untuk orang lain dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk lewat. Semua itu tergolong di dalam tolong-menolong di dalam kebajikan.
Read more...

ETIKA BERPAKAIAN DAN BERHIAS

Disunnatkan memakai pakaian baru, bagus dan bersih.
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda kepada salah seorang shahabatnya di saat beliau melihatnya mengenakan pakaian jelek : "Apabila Allah Tabaroka wata'ala mengaruniakan kepadamu harta, maka tampakkanlah bekas ni`mat dan kemurahan-Nya itu pada dirimu. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).

Pakaian harus menutup aurat, yaitu longgar tidak membentuk lekuk tubuh dan tebal tidak memperlihatkan apa yang ada di baliknya.

Pakaian laki-laki tidak boleh menyerupai pakaian perempuan atau sebaliknya. Karena hadits yang bersumber dari Ibnu Abbas Radhiallaahu 'anhu ia menuturkan: "Rasulullah melaknat (mengutuk) kaum laki-laki yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria." (HR. Al-Bukhari).

Tasyabbuh atau penyerupaan itu bisa dalam bentuk pakaian ataupun lainnya.
Pakaian tidak merupakan pakaian show (untuk ketenaran), karena Rasulullah Radhiallaahu 'anhu telah bersabda: "Barang siapa yang mengenakan pakaian ketenaran di dunia niscaya Allah akan mengenakan padanya pakaian kehinaan di hari Kiamat." ( HR. Ahmad, dan dinilai hasan oleh Al-Albani).

Pakaian tidak boleh ada gambar makhluk yang bernyawa atau gambar salib, karena hadits yang bersumber dari Aisyah Radhiallaahu 'anha menyatakan bahwasanya beliau berkata: "Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak pernah membiarkan pakaian yang ada gambar salibnya melainkan Nabi menghapusnya". (HR. Al-Bukhari dan Ahmad).

Laki-laki tidak boleh memakai emas dan kain sutera kecuali dalam keadaan terpaksa. Karena hadits yang bersumber dari Ali Radhiallaahu 'anhu mengatakan: "Sesungguhnya Nabi Allah Subhaanahu wa Ta'ala pernah membawa kain sutera di tangan kanannya dan emas di tangan kirinya, lalu beliau bersabda: Sesungguhnya dua jenis benda ini haram bagi kaum lelaki dari umatku". (HR. Abu Daud dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

Pakaian laki-laki tidak boleh panjang melebihi kedua mata kaki. Karena Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda : "Apa yang berada di bawah kedua mata kaki dari kain itu di dalam neraka" (HR. Al-Bukhari). –penting- <tilmidzi>

Adapun perempuan, maka seharusnya pakaiannya menutup seluruh badannya, termasuk kedua kakinya. Adalah haram hukumnya orang yang menyeret (meng-gusur) pakaiannya karena sombong dan bangga diri. Sebab ada hadits yang menyatakan : "Allah tidak akan memperhatikan di hari Kiamat kelak kepada orang yang menyeret kainnya karena sombong". (Muttafaq'alaih).

Disunnatkan mendahulukan bagian yang kanan di dalam berpakaian atau lainnya. Aisyah Radhiallaahu 'anha di dalam haditsnya berkata: "Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam suka bertayammun (memulai dengan yang kanan) di dalam segala perihalnya, ketika memakai sandal, menyisir rambut dan bersuci'. (Muttafaq'-alaih).

Disunnatkan kepada orang yang mengenakan pakaian baru membaca :
"Segala puji bagi Allah yang telah menutupi aku dengan pakaian ini dan mengaruniakannya kepada-ku tanpa daya dan kekuatan dariku". (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani).

Disunnatkan memakai pakaian berwarna putih, karena hadits mengatakan: "Pakailah yang berwarna putih dari pakaianmu, karena yang putih itu adalah yang terbaik dari pakaian kamu ..." (HR. Ahmad dan dinilah shahih oleh Albani).

Disunnatkan menggunakan farfum bagi laki-laki dan perempuan, kecuali bila keduanya dalam keadaan berihram untuk haji ataupun umrah, atau jika perempuan itu sedang berihdad (berkabung) atas kematian suaminya, atau jika ia berada di suatu tempat yang ada laki-laki asing (bukan mahramnya), karena larangannya shahih.

Haram bagi perempuan memasang tato, menipiskan bulu alis, memotong gigi supaya cantik dan menyambung rambut (bersanggul). Karena Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam di dalam haditsnya mengatakan: "Allah melaknat (mengutuk) wanita pemasang tato dan yang minta ditatoi, wanita yang menipiskan bulu alisnya dan yang meminta ditipiskan dan wanita yang meruncingkan giginya supaya kelihatan cantik, (mereka) mengubah ciptaan Allah". Dan di dalam riwayat Imam Al-Bukhari disebutkan: "Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya". (Muttafaq'alaih). 
Read more...

ETIKA (ADAB) BUANG HAJAT


Segera membuang hajat.
Apabila seseorang merasa akan buang air maka hendaknya bersegera melakukannya, karena hal tersebut berguna bagi agamanya dan bagi kesehatan jasmani.

Menjauh dari pandangan manusia di saat buang air (hajat). berdasarkan hadits yang bersumber dari al-Mughirah bin Syu`bah Radhiallaahu 'anhu disebutkan " Bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila pergi untuk buang air (hajat) maka beliau menjauh". (Diriwayatkan oleh empat Imam dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

Menghindari tiga tempat terlarang, yaitu aliran air, jalan-jalan manusia dan tempat berteduh mereka. Sebab ada hadits dari Mu`adz bin Jabal Radhiallaahu 'anhu yang menyatakan demikian.

Tidak mengangkat pakaian sehingga sudah dekat ke tanah, yang demikian itu supaya aurat tidak kelihatan. Di dalam hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu 'anhu ia menuturkan: "Biasanya apabila Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam hendak membuang hajatnya tidak mengangkat (meninggikan) kainnya sehingga sudah dekat ke tanah. (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi, dinilai shahih oleh Albani).

Tidak membawa sesuatu yang mengandung penyebutan Allah kecuali karena terpaksa. Karena tempat buang air (WC dan yang serupa) merupakan tempat kotoran dan hal-hal yang najis, dan di situ setan berkumpul dan demi untuk memelihara nama Allah dari penghinaan dan tindakan meremehkannya.

Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat, berdasar-kan hadits yang bersumber dari Abi Ayyub Al-Anshari Shallallaahu 'alaihi wa sallam menyebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: "Apabila kamu telah tiba di tempat buang air, maka janganlah kamu menghadap kiblat dan jangan pula membelakanginya, apakah itu untuk buang air kecil ataupun air besar. Akan tetapi menghadaplah ke arah timur atau ke arah barat". (Muttafaq'alaih).

Ketentuan di atas berlaku apabila di ruang terbuka saja. Adapun jika di dalam ruang (WC) atau adanya pelindung / penghalang yang membatasi antara si pembuang hajat dengan kiblat, maka boleh menghadap ke arah kiblat.

Dilarang kencing di air yang tergenang (tidak mengalir), karena hadits yang bersumber dari Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jangan sekali-kali seorang diantara kamu buang air kecil di air yang menggenang yang tidak mengalir kemudian ia mandi di situ".(Muttafaq'alaih).

Makruh mencuci kotoran dengan tangan kanan, karena hadits yang bersumber dari Abi Qatadah Radhiallaahu 'anhu menyebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jangan sekali-kali seorang diantara kamu memegang dzakar (kemaluan)nya dengan tangan kanannya di saat ia kencing, dan jangan pula bersuci dari buang air dengan tangan kanannya." (Muttafaq'alaih).

Dianjurkan kencing dalam keadaan duduk, tetapi boleh jika sambil berdiri. Pada dasarnya buang air kecil itu di lakukan sambil duduk, berdasarkan hadits `Aisyah Radhiallaahu 'anha yang berkata: Siapa yang telah memberitakan kepada kamu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam kencing sambil berdiri, maka jangan kamu percaya, sebab Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak pernah kencing kecuali sambil duduk. (HR. An-Nasa`i dan dinilai shahih oleh Al-Albani). Sekalipun demikian seseorang dibolehkan kencing sambil berdiri dengan syarat badan dan pakaiannya aman dari percikan air kencingnya dan aman dari pandangan orang lain kepadanya. Hal itu karena ada hadits yang bersumber dari Hudzaifah, ia berkata: "Aku pernah bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam (di suatu perjalanan) dan ketika sampai di tempat pembuangan sampah suatu kaum beliau buang air kecil sambil berdiri, maka akupun menjauh daripadanya. Maka beliau bersabda: "Mendekatlah kemari". Maka aku mendekati beliau hingga aku berdiri di sisi kedua mata kakinya. Lalu beliau berwudhu dan mengusap kedua khuf-nya." (Muttafaq alaih).

Makruh berbicara di saat buang hajat kecuali darurat. berdasarkan hadits yang bersumber dari Ibnu Umar Shallallaahu 'alaihi wa sallam diriwayatkan: "Bahwa sesungguhnya ada seorang lelaki lewat, sedangkan Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam. sedang buang air kecil. Lalu orang itu memberi salam (kepada Nabi), namun beliau tidak menjawabnya. (HR. Muslim).

Makruh bersuci (istijmar) dengan mengunakan tulang dan kotoran hewan, dan disunnatkan bersuci dengan jumlah ganjil. Di dalam hadits yang bersumber dari Salman Al-Farisi Radhiallaahu 'anhu disebutkan bahwasanya ia berkata: "Kami dilarang oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam beristinja (bersuci) dengan menggunakan kurang dari tiga biji batu, atau beristinja dengan menggunakan kotoran hewan atau tulang. (HR. Muslim).

Dan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam juga bersabda: " Barangsiapa yang bersuci menggunakan batu (istijmar), maka hendaklah diganjilkan."

Disunnatkan masuk ke WC dengan mendahulukan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan berbarengan dengan dzikirnya masing-masing. Dari Anas bin Malik Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan bahwa ia berkata: "Adalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila masuk ke WC mengucapkan :
"Allaahumma inni a'udzubika minal khubusi wal khabaaits"
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari pada syetan jantan dan setan betina".

Dan apabila keluar, mendahulukan kaki kanan sambil mengucapkan : "Ghufraanaka" (ampunan-Mu ya Allah).

Mencuci kedua tangan sesudah menunaikan hajat. Di dalam hadis yang bersumber dari Abu Hurairah ra. diriwayatkan bahwasanya "Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam menunaikan hajatnya (buang air) kemudian bersuci dari air yang berada pada sebejana kecil, lalu menggosokkan tangannya ke tanah. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
Read more...

Etika Tidur dan Bangun


Berintrospeksi diri (muhasabah) sesaat sebelum tidur. Sangat dianjurkan sekali bagi setiap muslim bermuhasabah (berintrospeksi diri) sesaat sebelum tidur, mengevaluasi segala perbuatan yang telah ia lakukan di siang hari. Lalu jika ia dapatkan perbuatannya baik maka hendaknya memuji kepada Allah Subhanahu wata'ala dan jika sebaliknya maka hendaknya segera memohon ampunan-Nya, kembali dan bertobat kepada-Nya.

Tidur dini, berdasarkan hadits yang bersumber dari `Aisyah Radhiallahu'anha "Bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam tidur pada awal malam dan bangun pada pengujung malam, lalu beliau melakukan shalat".(Muttafaq `alaih)

Disunnatkan berwudhu' sebelum tidur, dan berbaring miring sebelah kanan. Al-Bara' bin `Azib Radhiallahu'anhu menuturkan : Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Apabila kamu akan tidur, maka berwudlu'lah sebagaimana wudlu' untuk shalat, kemudian berbaringlah dengan miring ke sebelah kanan..." Dan tidak mengapa berbalik kesebelah kiri nantinya.

Disunnatkan pula mengibaskan sperei tiga kali sebelum berbaring, berdasarkan hadits Abu Hurairah Radhiallahu'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Apabila seorang dari kamu akan tidur pada tempat tidurnya, maka hendaklah mengirapkan kainnya pada tempat tidurnya itu terlebih dahulu, karena ia tidak tahu apa yang ada di atasnya..." Di dalam satu riwayat dikatakan: "tiga kali". (Muttafaq `alaih).

Makruh tidur tengkurap. Abu Dzar Radhiallahu'anhu menuturkan :"Nabi Shallallahu'alaihi wasallam pernah lewat melintasi aku, dikala itu aku sedang berbaring tengkurap. Maka Nabi Shallallahu'alaihi wasallam membangunkanku dengan kakinya sambil bersabda :"Wahai Junaidab (panggilan Abu Dzar), sesungguhnya berbaring seperti ini (tengkurap) adalah cara berbaringnya penghuni neraka". (H.R. Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

Makruh tidur di atas dak terbuka, karena di dalam hadits yang bersumber dari `Ali bin Syaiban disebutkan bahwasanya Nabi Shallallahu'alaihi wasallam telah bersabda: "Barangsiapa yang tidur malam di atas atap rumah yang tidak ada penutupnya, maka hilanglah jaminan darinya". (HR. Al-Bukhari di dalam al-Adab al-Mufrad, dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

Menutup pintu, jendela dan memadamkan api dan lampu sebelum tidur. Dari Jabir ra diriwayatkan bahwa sesungguhnya Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam telah bersabda: "Padamkanlah lampu di malam hari apa bila kamu akan tidur, tutuplah pintu, tutuplah rapat-rapat bejana-bejana dan tutuplah makanan dan minuman". (Muttafaq'alaih).

Membaca ayat Kursi, dua ayat terakhir dari Surah Al-Baqarah, Surah Al-Ikhlas dan Al-Mu`awwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas), karena banyak hadits-hadits shahih yang menganjurkan hal tersebut.
Membaca do`a-do`a dan dzikir yang keterangannya shahih dari Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam, seperti : Allaahumma qinii yauma tab'atsu 'ibaadaka
"Ya Allah, peliharalah aku dari adzab-Mu pada hari Engkau membangkitkan kembali segenap hamba-hamba-Mu". Dibaca tiga kali.(HR. Abu Dawud dan di hasankan oleh Al Albani)
Dan membaca: Bismika Allahumma Amuutu Wa ahya
" Dengan menyebut nama-Mu ya Allah, aku mati dan aku hidup." (HR. Al Bukhari)
Apabila di saat tidur merasa kaget atau gelisah atau merasa ketakutan, maka disunnatkan (dianjurkan) berdo`a dengan do`a berikut ini :
" A'uudzu bikalimaatillaahit taammati min ghadhabihi Wa syarri 'ibaadihi, wa min hamazaatisy syayaathiini wa an yahdhuruuna."
Aku berlindung dengan Kalimatullah yang sempurna dari murka-Nya, kejahatan hamba-hamba-Nya, dari gangguan syetan dan kehadiran mereka kepadaku". (HR. Abu Dawud dan dihasankan oleh Al Albani)

Hendaknya apabila bangun tidur membaca :
"Alhamdu Lillahilladzii Ahyaanaa ba'da maa Amaatanaa wa ilaihinnusyuuru"
"Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah kami dimatikan-Nya, dan kepada-Nya lah kami dikembalikan." (HR. Al-Bukhari)
Read more...
 
FORSIS-ITS © 2014 | Designed By Blogger Templates