Campur Tangan Ulama dan
Organisasi Masyarakat Islam Dalam Mencapai Kemerdekaan
68 tahun Indonesia merdeka |
Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 68 tahun pada 17
Agustus 2013, agaknya memilukan terutama untuk kaum muslimin Indonesia
khususnya dan kaum muslimin dunia secara general, pasalnya Negara pertama yang
mengakui kedaulatan RI dalam memenuhi syarat terbentuknya sebuah Negara secara nyata (de facto) dalam kondisi dan
situasi yang memprihatinkan. Ialah Mesir dengan info terbarunya dari media
Sinai Mesir, institusi yang konsern terhadap urusan
Mesir, sebagaimana dikutip Islampos.com, Kamis (15/8/2013) memberikan kesaksian
bahwa jumlah Muslim yang gugur di seluruh Mesir sudah mencapai angka 6000
orang.
Menelik kepada sejarah dalam
mencapai kemerdekaan RI ke 68 tahun, apa yang terjadi dengan saudara muslim
kita yang di Mesir saat ini pernah pula dirasakan rakyat Indonesia tetapi bukan
dalam konteks kudeta terhadap kekuasaan tertinggi Negara melainkan upaya
pembebasan hak rakyat yang secara sepihak harta benda, dan warisan nusantara
dinikmati penjajah Belanda, Inggris, dan terakhir Jepang. Objek yang paling
berperan adalah tokoh ulama dan para santri.
Semenjak kita dibangku SD, yang tertanam dalam
benak kita adalah organisasi kebangkitan pemuda adalah Budi Utomo yang tanggal
didirikannya pun dijadikan hari
kebangkitan nasional (Harkitnas) RI. Namun itu semua salah, bahwa budi oetomo,
organisasi yang menolak cita-cita persatuan nasional Indonesia. Ia berlatar
kuat Jawanisme yang tidak menghendaki adanya kesatuan bangsa. Bahkan
terang-terangan ia menghina Rasulullah SAW melalui media Jawi Hisworo dan
Majalah Bangun-nya. (api sejarah)
Dari kaum muslim
sendiri, terkenal nama KH. Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah) dan KH. Hasyim
Asy'ari (PBNU), yang mana keduanya merupakan pendiri perkumpulan yg bergerak di
bidang sosial masyarakat. KH. Ahmad Dahlan mendirikannya di daerah perkotaan,
tugasnya yaitu membangun sekolah dan Rumah sakit agar pendidikan serta
kesehatan umat menjadi terjamin dan tidak lagi bergantung kepada fasilitas gubernemen
yg hanya diperuntukkan bagi kalangan priyayi saja. Sedangkan KH. Hasyim Asy'ari
bersama 2 orang rekan sekaligus juga gurunya yaitu KH. Kholil bangkalan dan KH.
As'ad mendapat dawuh untuk mendirikan sebuah organisasi kegamaan yg berakar di
dalam masyarakat dan bergerak di kalangan masyarakat awam pedesaan.
Bentuk perjuangan oleh KH. Hasyim Asy’ary, Pendiri
Pondok Pesntren Tebuireng Jombang sebagai bentuk pernyataan
perlawanan terhadap penjajah melalui peperangan non diplomasi dengan
Belanda yang pada saat itu Belanda mendompleng NICA dan mengajak Ir. Soekarno
untuk melakukan perundingan dan Soekarno pun mengamininya. Oleh kalangan kaum
santri, khususnya di wilayah Jawa Timur, menganggap diplomasi tersebut hanya
menguntungkan pihak Belanda maka tidak setujulah mereka dan menentang keras.
Pasalnya menurut para ulama, kemerdekaan harus diperjuangkan oleh seluruh
rakyat Indonesia termasuk umat Islam. Lalu KH. Hasyim Asy’ary menghimbau
kepada umat Islam yang tinggal di sekeliling kota Surabaya sekitar jarak
90-80 km harus berkewajiban membantu TNI dalam rangka merebut kemerdekaan.
Respon pemuda Islam, khususnya para santri cukup antusias dan mengikuti fatwa
resolusi jihad dengan berperang melawan Belanda dan sekutu dengan harapan dan
iming-iming pahala mati syahid. Sebagai contoh adalah peperangan di Pajarakan
yang sebagian besar para santri secara khusus mempelajari ilmu-ilmu kekebalan
untuk mempertahankan diri dalam melawan penjajah. Selain itu, dampak yang cukup
hebat dari fatwa resolusi jihad adalah peristiwa heroik di Surabaya pada
tanggal 10 November 1945 yang dikenal sebagai hari pahlawan. (Ce2)
~Tim Media FORSIS-ITS 3435~
~Kabinet Hansei-Kaizen~
~Menjejak Sejarah Melalui Media~